Thursday, May 19, 2016

Makalah Filsafat Islam


FILSAFAT ISLAM
MAKALAH
Tugas Mata Kuliah Studi Islam II

Dosen Pengampu : Siti Nadroh, M.Ag

Mata Kuliah : Studi Islam








Disusun oleh :

 Kelompok 2
Syifa Mufidah (11151020000012)
Ailla Tiara Putri (11151020000022)
Hikmatussaidah (11151020000033)
Farah Fadhilah (11151020000045)

PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2016



KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang selalu memberikan taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Filsafat Islam tepat waktu. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan pada reformis Islam sejati Nabi Muhammad SAW pembawa umat minazhulumati ilannur.
Sebagaimana dalam peribahasa bahwa “tak ada gading yang tak retak” , dalam penyusunan makalah ini pun kami menyadari bahwa banyak sekali kekurangannya, maka dari itu kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan penyusunan di masa yang akan datang sangat kami harapkan.
Kami pun menghaturkan terima kasih kepada Ibu.sebagai Dosen Pembimbing matakuliah STUDI ISLAM II yang tak pernah lelah dan bosan memberikan bimbingannya dan arahannya yang selalu membangunkan semangat kepada para mahasiswanya.
Dengan adanya pembuatan makalah ini, diharapkan dapat membantu mahasiswa/i dalam menguasai materi pelajaran.Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan senantiasa membawa kemudahan kita dalam belajar untuk meraih prestasi yang kita inginkan.



Jakarta,19 Maret2016


            Penulis



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii

BAB 1     PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang.............................................................................................1
B.        Rumusan Masalah......................................................................................1
C.        Tujuan Pembahasan....................................................................................2

BAB II    ISI
A.    Pengertian Filsafat dan Filsafat Islam........................................................3
B.     Perbedaan Filsafat Islam dengan Filsafat Barat.........................................3
C.     Latar Belakang Lahirnya Filsafat Islam dan Tokoh-Tokohnya.................15
D.    Pokok-pokok Masalah dalam Filsafat Islam..............................................19
E.     Menyikapi Perbedaan Pendapat Para Filosof Islam  serta Manfaatnya
bagi Kehidupan…………………...……………………………………24

BAB III   PENUTUP
A.    Kesimpulan...................................................................................................26
B.     Saran.............................................................................................................26

DAFTARPUSTAKA.......................................................................................27




BAB I
PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang
Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran. Beberapa cara ditempuh untuk memperoleh kebenaran, antara lain dengan menggunakan rasio seperti para rasionalis dan melalui pengalaman atau empiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia membuahkan prinsip-prinsip yang melewati penalaran rasional, kejadian-kejadian yang berlaku di alam itu dapat dimengerti.Ilmu pengetahuan harus dibedakan dari fenomena alam.Fenomena alam adalah fakta, kenyataan yang tunduk pada hukum-hukum yang menyebabkan fenomena itu muncul.Ilmu pengetahuan adalah formulasi hasil aproksimasi atas fenomena alam atau simplifikasi atas fenomena tersebut.
Struktur pengetahuan manusia menunjukkan tingkatan-tingkatan dalam hal menangkap kebenaran.Setiap tingkat pengetahuan dalam struktur tersebut menunjukkan tingkat kebenaran yang berbeda.Pengetahuan indrawi merupakan struktur terendah dalam struktur tersebut.Tingkat pengetahuan yang lebih tinggi adalah pengetahuan rasional dan intuitif yang biasa disebut dengan filsafat.

1.2.       Rumusan Masalah

1.      Apakah pengertian filsafat dan filsafat Islam?
2.      Bagaimanakah perbedaan filsafat Islam dengan filsafat Barat?
3.      Apakah latar belakang lahirnya filsafat Islam dan tokoh-tokohnya?
4.      Apa saja pokok-pokok masalah yang dibahas dalam filsafat Islam?
5.      Bagaimanakah cara menyikapi perbedaan para filosof Islam, dan apa saja manfaatnya bagi kehidupan?






1.3.       Tujuan

1.      Untuk mengetahui pengertian dari filsafat dan filsafat Islam.
2.      Untuk mengetahui perbedaan dari filsafat Islam dan filsafat Barat.
3.      Untuk mengetahui latar belakang lahirnya filsafat Islam dan tokoh-tokohnya.
4.      Untuk mengetahui pokok-pokok masalah yang dibahas dalam filsafat Islam.
5.      Untuk mengetahui cara menyikapi perbedaan para filosof Islam dan manfaatnya bagi kehidupan.



BAB II
ISI
A.    PENGERTIAN FILSAFAT DAN FILSAFAT ISLAM
Secara etimologi, filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu kata philein atau philos dansophia. Kata philien atau philos berarti cinta (love), tapi dalam maknanya yang luas yakni berupa hasrat ingin tahu seseorang terhadap kebijaksanaan, ilmu pengetahuan, dan kebenaran. Sedangkan kata sophia berarti kebijaksanaan (wisdom). Sehingga secara sederhana, filsafat adalah mencintai kebijaksanaan (the love of wisdom).[1]
            Filsafat Islam merupakan gabungan dari dua kata, yaitu filsafat dan Islam.Jadi filsafat Islam, Islamic philosophy, pada hakikatnya adalah filsafat yang bercorak islami.Islam menempati posisi sebagai sifat, corak, dan karakter dari filsafat.Filsafat Islam bukan filsafat tentang Islam, bukan the philosophy of Islam.Filsafat Islam artinya berpikir dengan bebas dan radikal namun tetap berada pada makna, yang mempunyai sifat, corak, serta karakter yang menyelamatkaan dan memberi kedamaian hati.[2]

B.     PERBEDAAN FILSAFAT ISLAM DENGAN FILSAFAT BARAT
a.       Filsafat Barat
1.      Socrates (470-399 SM)
Socrates  menyumbangkan teknik kebidanan (maieutika tekhne) dalam berfilsafat.  Bertolak dari pengalaman konkrit, melalui dialog seseorang diajak Socrates (sebagai sang bidan) untuk “melahirkan” pengetahuan akan kebenaran yang dikandung dalam batin orang itu.  Dengan demikian Socrates meletakkan dasar bagi pendekatan deduktif.  Pemikiran Socrates dibukukan oleh Plato, muridnya.
Hidup pada masa yang sama dengan mereka yang menamakan diri sebagai “sophis” (“yang bijaksana dan berpengetahuan”), Socrates lebih berminat pada masalah manusia dan tempatnya dalam masyarakat, dan bukan pada kekuatan-kekuatan yang ada dibalik alam raya ini (para dewa-dewi mitologi Yunani). Seperti diungkapkan oleh Cicero kemudian, Socrates “menurunkan filsafat dari langit, mengantarkannya ke kota-kota, memperkenalkannya ke rumah-rumah”. Karena itu dia didakwa “memperkenalkan dewa-dewi baru, dan merusak kaum muda” dan dibawa ke pengadilan kota Athena.  Dengan mayoritas tipis, juri 500 orang menyatakan ia bersalah. Ia sesungguhnya dapat menyelamatkan nyawanya dengan meninggalkan kota Athena, namun setia pada hati nuraninya ia memilih meminum racun cemara di hadapan banyak orang untuk mengakhiri hidupnya.


2.      Plato (428-348 sM)
Bagi Plato, filsafat adalah semacam visi, yakni visi tentang kebenaran. Visi ini tidak semata-mata bersifat intelektual, tidak juga bersifat kebijaksanaan. “Cinta intelektual terhadap Tuhan” dalam filsafat Spinoza sama dengan persatuan erat antara pikir dan rasa. Barangsiapa yang pernah mengerjakan karya kreatif tertentu, pasti pernah mengalaminya dengan taraf yang berbeda-beda, suatu suasana batin dimana setelah lama berupaya keras, tiba-tiba kebenaran atau keindahan muncul atau seolah-olah muncul dengan keagungan yang tak terduga.
Pengalaman ini mungkin hanya menyangkut masalah kecil saja, mungkin pula menyangkut masalah alam semesta.Untuk sesaat pengalaman itu amatlah meyakinkan, keraguan mungkin timbul belakangan.Tetapi untuk sesaat itu yang tampil adalah kepastian yang begitu tegas. Menurut Plato, sebagian besar karya kreatif yang terbaik dalam bidang seni, ilmu pengetahuan, sastra & filsafat adalah hasil pengalaman demikian.[3]
Plato menyumbangkan ajaran tentang “idea”.  Menurut Plato, hanya idea-lah realitas sejati. Semua fenomena alam hanya bayang-bayang dari bentuknya (idea) yang kekal.  
Plato juga berpendapat, bahwa pengalaman hanya merupakan ingatan (bersifat intuitif, bawaan, dalam diri) seseorang terhadap apa yang sebenarnya telah diketahuinya dari dunia idea,konon sebelum manusia itu masuk dalam dunia inderawi ini. Menurut Plato, tanpa melalui pengalaman (pengamatan), apabila manusia sudah terlatih dalam hal intuisi, maka ia pasti sanggup menatap ke dunia idea dan karenanya lalu memiliki sejumlah gagasan tentang semua hal, termasuk tentang kebaikan, kebenaran, keadilan, dan sebagainya.
Menurut Plato, realitas tertinggi adalah yang kita pikirkan dengan akal kita, sedang menurut Aristoteles realitas tertinggi adalah yang kita lihat dengan indera-mata kita. Aristoteles tidak menyangkal bahwa bahwa manusia memiliki akal yang sifatnya bawaandan bukan sekedar akal yang masuk dalam kesadarannya oleh pendengaran dan penglihatannya. Namun justru akal itulah yang merupakan ciri khas yang membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain. Akal dan kesadaran manusia kosong sampai ia mengalami sesuatu. Karena itu, menurut Aristoteles, pada manusia tidak ada ide bawaan.
                                        
3.      Aristoteles (384-322 sM)
Dalam filsafat paripatetik, dikenal suatu teori yang dinamakan dengan “hylomorpise” yang mana teori tersebut merujuk kepada Aristoteles,  yaitu ajaran yang mengatakan bahwa apapun yang ada di dunia ini terdiri atas dua unsur utama, yakni materi (hyle) dan bentuk (morfis). Pembicaraan metafisika Aristoteles mengenai soal materi dan wujud ini lebih tepat dimulai dengan doktrin Aristoteles tentang Universalia.Sedangkan jalan untuk memahami universalia kita harus terlebih dahulu memehami doktrin akal biasa (common sense).[4]
Wujud dan materi tidak dapat dipisahkan. Materi dalam bahasa Yunani disebut hule dapat disebut bahan yang masih berada dalam proses atau produk (Edel 1982). Materi dikatakan juga sebagi unsur kemungkinan dan perubahan yang paling sederhana yang terdapat dalam suatu hal.Sedangkan wujud (morphe) bersifat tetap, permanen, dan dikenal (Amstrong 1949). Meskipun materi tidak menentukan dirinya sendiri, tetapi ia juga memiliki kemampuan menentang kekuatan yang meembentuknya, jadi tidak semata-mata bersifat pasif. Akibatnya materi tidak pernah berbentuk yang sempurna, terus menerus akan mengalami perubahan wujud sebagai potensi. Teori aristoteles mengenai wujud dan materi ini berkaitan dengan konsep potensi dan aktus.

b.      ISLAM
1.      Ilmu Menurut Islam (Ontologis)
Secara istilah ontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hakikat yang ada (ultimate reality) baik jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.Didalam pemahaman ontology ditemukan pandangan-pandangan seperti monoisme yang menyatakan bahwa hakikat yang asal itu hanya satu.Cabang dari monoisme ini adalah materialisme yang berpandangan bahwa hakikat yang asal adahal satu yaitu dari materi, sementara cabang lainnya yaitu idealism yang berpandangan bahwa segala yang asal itu berasal dari ruh.Pandangan lainnya adalah dualisme yang menyatakan bahwa segala sesuatu berasal dari dua unsur yaitu materi dan ruh, jasmani, dan rohani.[5] Pandangan lainnya adalah pluralisme yang menyatakan bahwa kenyataan alamini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas yaitu unsur tanah, air, api, dan udara. Ada juga faham nihilisme yang nampaknya frustasi menghadapi realistas.Realistas harus dinyatakan tunggal dan banyak, terbatas dan takterbatas, dicipta dan tak dicipta, semuanya serta kontradiksi, sehingga lebih baik tidak menyatakan apa-apa tentang realistas.

2.      Ilmu Menurut Islam (Epistemologis)
Epistemologis atau tentang pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan ilmu pengetahuan, pengandai-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.Pengetahuan yang diperoleh manusia melalui akal indera dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori ilmu pengetahuan diantaranya metode induktif, metode deduktif, metode pisitivisme, metode kontemplatif, dan metode dialektis.Dengan kemajuan IPTEK saat ini, Gregory Bateson menilai kemajuan ini cenderung memperbudak manusia akibat dari kesalahan epistemology barat dan ini harus diluruskan.
Upaya pelurusan kekeliruan Barat dapat dilakukan dengan memanfaatkan aksiologi.Aksiologi mempunyai banyak definisi, salah satunya yang dikemukakan oleh Bramel bahwa aksiologi terdiri dari tiga bagian yaitu moral conduct, esthetic expresission dan sosio-political life.Aksiologi harus membatasi membatasi kenetralan tanpa batas terhadap ilmu pengetahuan, dalam arti bahwa kenetralan ilmu pengetahuan hanya sebatas hanya sebatas metafisik keilmuwan, sedangkan dalam penggunaannya haruslah berlandaskan pada nilai-nilai moral.[6]

3.      Cara Mendapatkan Ilmu (Ontologis dan Epistemologis)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mendapatkan pengetahuan ialah:
1.      Batasan kajian ilmu : secara ontologis ilmu membatasi pada pengkajian objek yang berada dalam lingkup manusia tidak dapat mengkaji daerah yang bersifat transcendental.
2.      Cara menyusun pengetahuan : untuk mendapatkan pengetahuan menjadi ilmu diperlukan cara untuk menyusunnya yaitu dengan cara menggunakan metode ilmiah.
3.      Diperlukan landasan yang sesuai dengan ontologism dan aksiologis ilmu itu sendiri
4.      Penjelasan diarahkan pada deskripsi mengenai hubungan berbagai faktor yang terikat dalam suatu konstelasi penyebab timbulnya suatu gejala dan proses terjadinya.
5.      Metode ilmiah harus bersifat sistematik dan eksplisit.
6.      Metode ilmiah tidak dapat diterapkan kepada pengetahuan yang tidak tergolong pada kelompok ilmu tersebut.
7.      Ilmu mencoba mencari penjelasan mengenai alam dan menjadikan kesimpulan yang bersifat umum dan impersonal
8.      Karateristik yang menonjol kerangka pemikiran teoritas:
a). ilmu eksata : deduktif, rasio, kuantitatif
b). ilmu sosial  : induktif, empiris, kualitatif [7]

4.      Aliran-Aliran Filsafat Islam
1.      Paripatetik
Istilah paripatetik merujuk kepada istilah Aristoteles yang selalu berjalan mengelilingi muridnya.Beberapa filosof yang dikategorikan dalam aliran ini adalah Al-Kindi, Alfarabi, Ibn Sina, Ibn Rusyd dan Nasruddin Thusi. Ciri khas aliran ini dari segi metodologis atau epistemologis adalah:
·         Penjelasan filosof paripatetik bersifat sangat diskursif (bahsi) yakni mengunakan logika formal yang didasarkan pada penalaran akal yang dikenal juga dengan sebutan silogisme.
·         Mengguunakan konsep ilmu hushuli (perolehan) yakni diketahui secara tidak langsung melalui perantara.
·         Sangat mengandalkan rasional, sehingga kurang memperhatikan intiutif.
·         Mempercayai Hylomorfisme, yaitu ajaran yang mengatakan bahwa apapun yang ada di dunia ini terdiri atas dua unsur utama, yakni materi (hyle) dan bentuk (morfis). Bentuk-bentuk benda bersifat kategoris.
·         Adanya teori emanasi yang membedakan dengan aristotelianisme murni.
·         Dalam teori wujudnya, ibn sina mengatakan wujud adalah yang nyata/real.[8]
Berkaitan dengan masalah emanasi ini, awalnya Alfarabi kecewa atas buku metafisika Aristoteles yang tidak banyak membicarakan masalah ketuhanan yang merupakan tema pokok dalam Islam, begitu juga Ibn Sina merasa kecewa dengan hal itu.Kemudian Alfarabi menemukan teori emanasi Plotinus, pendiri aliran neo-platonik.Dan akhirnya Alfarabi dapat menghasilkan teori emanasi yang lebih cangih di banding Plotinus.Dan kemudian di susul pula dengan teori emansi Ibn Sina yang lebih cangggih dari teori emanasi Alfarabi.
Kemudian, berkaitan dengan teori hylomorphis Aristoteles, Ibn Sina mengemukakan bahwa “dunia secara keseluruhan ada bukan karena kebetulan, tetapi ia diberikan oleh tuhan, ia diperlukan dn keperluan ini diturunkan dari tuhan”.Inilah prinsip Ibn Sina tentang eksistensi.Dari sudut pandang metafisik, teori tersebut berupaya melengapi analisis Aristoteles tentang suatu maujud menjadi dua elemen yang diperlukan, yaitu bentuk dan materi.
Ibn sina mengatakan bahwa bentuk dan materi itu hanya bergantung kepada tuhan (akal aktif) dan lebih jauh lagi bahwa eksistensi yang tersusun juga tidak hanya disebabkan oleh bentuk dan materi saja, tetapi harus terdapat “ sesuatu yang lain “ . akhirnya ia menjelaskan kepada kita bahwa “ segala sesuatu kecuali Allah yang Esa yang esensi-Nya adalah tunggal dan maujud, memperoleh eksistensinya dari sesuatu yang lain didalam dirinya sendiri, ia layak untuk mendapatkan  ketidakadaan yang mutlak. Sekarang ia bukan materi sendiri tanpa bentuknya, atau bentuk sendiri tanpa materinya yang layak mendapatkan ketidakadaan itu, tetapi adalah semuanya[9]( bentuk dan materi).
2.      Illuminasi (Isyroqi)
Aliran ini diidrikan oleh Suhrawardi Al-maqtul. Adapun metodologi yang digunakan adalah:
·         ia mencoba memberikan tempat yang penting bagi metode intuitif / irfani
·         berkaitan dengan pengalaman mistis, maka illuminasi menggunakan konsep ilmu hudhuri, karena dalam pengertian mistis seperti itu objek penelitian telah hadir pada diri seseorang sehingga modus pengenalan seperti ini serring disebut ilmu hudhuri
·         Memiliki konsep Metafisika cahaya, Tuhan adalah cahaya diatas cahaya (nurul anwar) yang merupakan sumber dari segala cahaya.
·         Benda-benda tidak memiliki definisi kategoris sebagaimana yang dipercayai kelompok paripatetik, yang membedakan hanyalah intensitas cahaya yang dimikinya, semakin banyak cahaya semakin tinggi derajatnya contohnya, hewan dan manusia tidak bisa dibedakan secara kategoris melalui esensinya tetapi disebabkan kenyataan bahwa manusia memiliki cahaya lebih dibanding hewan. Jadi bentuk-bentuk benda lebih bersifat relatif (lebih atau kurang).
·         Bagi Suhrawardi essensilah yang real, bukan eksistensi
·         Teori emanasi iluminassionis lebih ekstensif dibanding kaum peripatetik, baik dari segi istilah, struktur, maupun jumlah akal maupun malaikat-malaikat yang muncul dalam bagian teori emanasi.[10]
Suhrawardi pernah mengklasifikasi pencari kebanaran kedalam tiga kelompok :  pertama, mereka yang memiliki pengalaman mistik yang mendalam tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk mengungkapkan pengalaman secacra diskursif. Kedua, mereka yang memiliki kecakapan nalar diskursif tetapi tidak memiliki pengalaman mistis yang cukup mendalam, ketiga mereka yang disamping memiliki pengalaman mistis yang mendalam dann otentik juga memiliki kemampuan nalar  dan bahasa diskursif.
3.      Hikmah Muta’aliyah
Aliran ini diwakili oleh Mulla Sadra yang mana ia berhasil menistensiskan ketiga aliran filsafat sebelumnya, yakni paripatetik, iluminasi dn irfani. Adapun karakteristik filsafat hikmah ini adalah:
·         Mereka tidak hanya percaya pada akal diskursif tapi juga percaya pada pengalaman mistik
·         Membicarakan adanya kesatuan antara akal dan ma’qul, karena yang dipikirkan tidak mungkin secara rasional ada tanpa yang berpikir (Tidak mungkin ada ma’qul tanpa akal).
·         Memiliki konsep wahdatul wujud, jika Suhrawardi mengatakan yang utama (prinsipil) adalah essensi/mahiyyah, Mulla Sadra mengatakan yang utama adalah wujud/ eksistensi. Esensi hanyalah sebatas yang kita pahami/ konsep, sedangkan wujud sejati adalah eksistensi. sebelum kita meyakini bahwa sesuatu itu ada, kita harus meyakini terlebih dahulu bahwa ada itu sendiri adalah ada
·         Dalam konsep wahdatul wujudnya, yang membedakan wujud yang satu dengan yang lain bukanlah kewujudan mereka (eksistensi??) tapi esensi-esensi mereka. Wujud tuhan dan wujud kerikil tidaklah berbeda dari sudut kewujudan tetapi berbeda dalam sudut derajat dan gradasi/tasykik.
·         Adanya penemuan teori “perubahan trans-substansial”, yakni perubahan bisa terjadi bukan hanya pada tingkat aksidental tetapi juga substansial.[11]
Jika selama ini kita percaya bahwa subsatansi hewan telah fixed tidak bisa berubah menjadi yang lain, ia mengakui bahwa substansi tidaklah begitu fix ia dapat berubah secara signifikan. Ia juga mengatakan bahwa perubahan substansial itu terjadi karena bentuk-bentuk material yang selalu berubah-rubah. Sehingga mula sadra pun dikenal sebagi filosof proses.


C.    LATAR BELAKANG LAHIRNYA FILSAFAT ISLAM
Latar belakang filsafat Islam tidak dapat dipisahkan dari pemikiran filosofnya yang dipengaruhi oleh para filosof Yunani, karena para filosof Islam menuntut ilmu kepada filosof Yunani.Berikut adalah sejarah bagaimana terjadinya kontak antara Filosof Islam dengan Filosof Yunani.
Pada zaman awal perkembangan Islam, sebenarnya kaum muslimin tidak bermaksud mengutip pemikiran filsafat dari pihak manapun juga. Mereka tidak menaruh perhatian soal tersebut , bahkan samasekali tidak berniat mengutip ilmu apapun juga dan tidak pernah memikirkannya. Kalau di kemudian hari ada sebagaian dai ilmu-ilmu tersebut yang merembes kedalam pemikiran orang-orang Arab, itu semata-mata karena keharusan yang tak dapat dihindari, karena semakin eratnya hubungan mereka dengan bangsa-bangsa lain di sekitar negerinya. Hubungan seperti itu memang sudah terjadi sejak zaman jahiliyah, tetapi masih terbatas dalam ruang lingkup yang amat sempit. Misalnya, Al-Harits Bin Kaldah As-Saqofi, belajar ilmu kedokteran pada suatu perguruan di Jundi Sabur, Persia dan di kenak sebagai dokter Arab
Sebuah riwayat yang berasal dari sa’ad bin abi waqash mengatakan, ketika ia menderita sakit, Rasul Allah SAW datang menjenguknya saat itu beliau menyarankan :” Datanglah kepada al-Harits bin kaldah, ia mengetahui tentang kedokteran”.
Akan tetapi Ilmu pengetahuan yang diperoleh al-Harits dapat ditanggap, cukup karena ia belum menguasai semua pokok dan cabang ilmu kedokteran secara ilmiah. Untuk itu memang diperlukan penguasaan Bahasa suryani sebagai alat untuk dapat mempelajari berbagai buku kedokteran yang telah diterjemahkan kedalam Bahasa tersebut danbtersebar di Jundi Sabur.Ilmu pengetahuan di bidang itu pada umumnya di kuasai oleh orang-orang Suryani sendiri.
Mengenai bagaimana proses perpindahan ilmu kedokteran ke Jundi Sabur dan kenapa buku-buku kedokteran di terjemahkan dari Bahasa Yunani kedalam bahasa Suryani, baiklah kami ketengahkan kisahnya. Kisah kuno yang menurut sejarah merupakan keseinambungan dari zaman plato dan aristoteles,  dua orang Filosofi yunani : yang satu menaruh perhatian besar pada problema matematika sedangkan yang kedua menaruh perhatian besar kepada masalah alam dan kedokteran. Kedua-duanya juga mempunyai perguruan filsafat masing –masing.Pada abad ke-3 SM Hipocrate juga telah mendirikan sebuah perguruan ilmu kedokteran. Kemudian setelah kota iskandariyah dibangun kota itu menjadi tempat peradaban Yunani yang lebih banyak bersifat Ilmiah daripada yang bersifat Filosofis. Dari perguruan tersebut lahir sejumlah ahli pikir besar seperti Euclide, Galenus, Archimedes, Ptolemaeus dan lain-lainnya lagi, yang telah berhasil meletakkan dasar-dasar ilmu pengetahuan seperti ilmu geometri, ilmu falak (astronomi) dan ilmu kedokteran. Hingga abad ke-6  kota Iskandariyah tetap menjadi mercusuar ilmu pengetahuan. Kemudian muncul pula di kota itu para ahli pikir generasi kedua yang mengatur, menyusun dan mempelajari buku-buku peninggalan para ahli pikir generasi pertama untuk bahan pengajaran. Dari para ahli pikir generasi kedua itulah orang-orang Arab  menterjemahkan berbagai cabang ilmu pengetahuan.
Perguruan Iskandariyah tidak hanya memperhatikan soal-soal ilmu pengetahuan saja, tetapi juga semua bentuk kebudayaan, baik yang bersifat keagamaan, pemikiran, filsafat maupun kesusastraan.Mulai abad pertama hingga abad ke-3 M pembaharuan terhadap pembaharuan terhadap ajaran phytagoras cenderung ke arah masalah matematika dan moral. Demikian pula ajaran pluto, direvisi oleh plotinus yang menciptakan Neo Platonisme. Ia lahir dan dibesarkan di Mesir, memperoleh pendidikan di Iskandariyah dan berbahasa Yunani. Dialah yang menciptakan ajaran Enneads, yaitu ajaran filsafat yang menjelaskan terjadinya pelimpahan dari Yang Satu (supreme in material force). Sebagian dari bukunya diterjemahkan kedalam Bahasa Arab dengan nama Theologia. Teori “Pelimpahan”nya banyak mempengaruhi para filosof Islam.Muridnya yang bernama Porhyrius tidak kalah pengaruhnya dalam kehidupan filsafat Islam hal itu tidak mengherankan karena dialah yang menulis buku isagoge,kata dalam Bahasa Yunani yang terkenal di kalangan orang-orang Arab sampai Zaman kita ini.Isagoge bermakna “Pintu masuk” (madkhal), yakni pintu untuk memasuki pembicaraan tentang teori filsafat Aristoteles.
Demikianlah cuplikan sejarah awal mula para filosof islam mengadakan  kontak dengan para filosof Yunani, yang merupakan latar belakang lahirnya Filsafat Islam.
Di dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat Al-Qur’an yang menyuruh manusia agar menggunakan akal pikiran untuk memikirkan tentang segala sesuatu yang diciptakan-Nya.Allah SWT berfirman.[12]
(٢١٩) كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ …
…Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepadamu supaya kamu berpikir. (QS al-Baqarah (2):219

FILSUF MUSLIM
1.      AL-KINDI          
Al-Kindi menpunyai nama lengkap Abu Yusuf Ya’qub Ibn Ishaq al- Kindi. Ia berasal dari keluarga bangsawan Arab dari Kindah di Arabia Selatan, dialah satu satunya filsuf islam yang berasal dari keturunan Arab, dan karenanya ia disebut Failasauf al-A’rab (Filsuf Orang Arab). Ia bukan hanya seorang filsuf, tetapi ia juga seorang ilmuwan yang menguasai ilmu-ilmu pengetahuan lain yang ada pada zamannya. Hal ini di buktikan dengan buku buku yang ditinggalkannya seperti matematika, geometri, astronomi, farmakologi, ilmu jiwa, dan lain sebagainya.
Hal-hal yang berkaitan dengan pemikiran filsafatnya adalah sebagai berikut:
a)      Filsafat tentang Alam
Alam bagi al-kindi bukan kekal di zaman lampau (qadim), tetapi meempunyai permulaan. Karena itu, ia lebih dekat dengan hal ini pada filsafat platinus yang mengatakan yang maha satu adalah sumber dari alamini dan sumber dari segala yang ada. Alam ini adalah alam emanasi dari yang maha satu tetapi paham emanasi ini kelihatannyatidak jelas dalam filsafat al-Kindi
b)     Hubungan Filsafat dan Agama
Menurut al-Kindi, bahwaa anrtara filsafat dan agama tidak ada pertentangan, ilmu tauhid Atau teologi adalah cabang termulia dari filsafat.Filsafat membahas tentang kebenaran atau hakikat sesuatu.kalau ada hakikat-hakikat meski ada hakikat yang pertama (Al-haqq al- Awwal).Hakikat yang pertama itu adalah tuhan. Dengan demikian, pemikiran filsafat sejalan dengan agama yang juga membicarakan tentang tuhan
c)      Falsafah tentang Jiwa
Menurut al-Kindi, bahwa jiwa manusia mempunyai tiga daya yaitu daya bernafsu yang berpusat di perut, daya berani yang berpusat di dada, dan daya berpikir yang berpusat di kepala.Daya berpikir inilah yang selanjutnya disebut akal. Dalam pemikirannya ini, aal-kindi banyak dipengaruhu oleh Aristoteles, Platon dan Plotinus[13]
2.      IBNU BAJJAH
Ibnu Bajjah adalah seorang filosof muslim yang pertama dan utama dalam sejarah kefilsafatan di Andalus. Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Ibnu Yahya Ibnu Al-Sha’igh, yang lebih terkenal dengan nama ibnu bajjah. Menurut beberapa literatur, Ibnu Bajjah bukan hanya seorang filosof, tetapi ia juga seorang saintis yang menguasai beberapa disiplin ilmu pengetahuan, seperti kedokteran, astronomi, fisika, musikus, dan matematika.
Beliau juga membuat beberapa karya tulis yang terpenting dalam bidang filsafat yaitu:
1.      Kitab tadbir al- mutawwahid, ini adalah kitab yang paling popular  dan panting dari seluruh karya tulisnya. Kitab ini berisikan akhlak dan politik serta usaha-usaha individu menjauhan diri dari segala macam keburukan-keburukan dalam masyarakat negara yang disebutnya sebagai insan muwahhid (manusia penyiendiri).
2.      Risalat al-Wada’, risalah ini membahas penggerak pertama (Tuhan), manusia, alam, dan kedokteran.
3.      Risalat al-ittishal, risalah ini menguraikan tentang hubungan manusia dengan akal Fa’al.
4.      Kitab al-Nafs, kitab ini menjelaskan tentang jiwa.[14]

Berikut adalah pemikiran filsafat dari Ibnu Bajjah
a)      Akal
Ibnu Bajjah menempatkan akal dalam posisiyang sangat penting, dengan perantataraan akal, manusia dapat mengetahui segala sesuatu, termasuk dalam mencapai kebahagiaan dan masalah Ilahiyat, Akal, menurut Ibnu Bajjah terdiri dari dua jenis.
a.       Akal teoritis
Akal ini diperoleh hanya berdasarkan pemahaman terhadap sesuatu yang konkret atau abstrak
b.      Akal praktis
Akal ini diperoleh melalui penyelidikan (eksperimen) sehingga menemukan ilmu pengetauhan

b)     Jiwa
Menurut pendapat Ibnu Bajjah, setiap manusia mempunyai satu jiwa.Jiwa ini tidak mengalami perubahan sebagaimana jasmani. Jiwa adalah penggerak bagi manusia, jiwa digerakkan dengan dua jenis alat: alat-alat jasmaniah dan alat-alat rohaniah. Alat-alat jasmaniah diantaranya ada berupa buatan dan ada pula yang berupa alamiah, seperti kaki dan tangan.Alat-alat alamiah ini lebih dahulu dari alat buatan, yang disebut juga oleh Ibnu Bajjah dengan pendorong naluri atau roh insting.Ia terdapat pada setiap makhluk yang berdarah.[15]
c)      Akhlak
Ibnu Bajjah membagi perbuatan manusia menjadi perbuatan hewani dan manusiawi.Perbuatan hewani didasarkan atas dorongan naluri untuk memenuhi kebutuha-kebutuhan dan keinginan hawa nafsu, sementara itu perbuatan manusiawi adalah perbuatan yang didasarkan atas pertimbangan rasio dan kemauan yang bersih lagi luhur.[16]

3.      AL-FARABI
Al-Farabi bernama lengkap Abu Nasr Muhammad Ibn Muhammad Ibn Tarkhan Ibn Uzlagh al- Farabi.Di masa kecilnya al-farabi belajar tentang agama, Bahasa Arab, Turki, dan Persia. Sewaktu muda ia tinggal di Baghdad yang merupakan pusat ilmu pengetahuan dan filsafat. Di sana ia  belajar filsafat, logika, matematika, metafisika, etika, ilmu politik, music, dan lain sebagainya. Al-Farabi pun menulis sejumlah buku antara lain berkaitan dengan logika , ilmu politik, etika, fisika, ilmu jiwa, metafisika dan lain sebagainya. Selain al-Kindi al-Farabi pun mempunyai gelar yaitu al-Muallim al-Tsani (Guru Kedua).Adapun guru pertamanya adalah Aristoteles. Di dunia Latin ia di kenal dengan nama Alpharabius.[17]
Hal-hal yang berkaitan dengan pemikiran filsafatnya adalah sebagai berikut:
a)      Jiwa
jiwa adalah jauhar rohani sebagai form dari jasad. Kesatuan keduanya merupakan kesatuan secara accident, artinya masing-masing keduanya mempunyai substansi yang berbeda dan binasanya jasad tidak membawa binasa bagi jiwa.Jiwa manusia berasal dari ilahi, sedangkan jasad berasal dari alam khalq, berbentuk, berupa, berkadar, dan bergerak. Jiwa diciptakan tatkala jasad siap menerimanya[18]

b)     Rekonsiliasi Al-Farabi
Al-Farabi telah berhasil merekonsiliasi beberapa ajaran filsafat sebelumnya, seprti Plato dan Aristoteles dan juga antara agama dan filsafat. Oleh karena itu, ia dikenal sebagai filosof sinkretisme yang mempercayai kesatuan filsafat. Al-Farabi =berkeyakinan bahwa aliran filsafat yang bermacam-macam itu hakikatnya hanya satu, karena tujuan filsafat ialah memikirkan kebenaran, sedangkan kebenaran itu hanya satu macam dan serupa pada hakikatnya. Jutru itu semua aliran filsafat pada prinsipnya tidak ada perbedaan kalau pun beda hanya pada lahirnya[19].

D.    POKOK-POKOK MASALAH YANG DI BAHAS DALAM FILSAFAT ISLAM
Di antara persoalan yang dibahas oleh para filsuf Islam adalah soal akal, wahyu, politik, penciptaan alam, akhlak, teologi, hukum islam, dan tasawuf. Berbagai masalah tersebut termasuk hal-hal yang penting dalam kajian akademik dan kehidupan manusia. Dalam hal ini akan dibahas masalah tentang akal dan wahyu, timbulnya yang banyak dari yang Mahasatu (Tuhan) atau kejadian alam, soal roh, dan kelanjutan hidup sesudah roh terlepas dari badan.

1.      HUBUNGAN FILSAFAT (AKAL) DAN AGAMA
Hubungan filsafat dan agama merupakan hubungan yang sangat erat kaitannya.Filsafat dan agama safawi tidak bisa bertentangan.Dalam kajiannya filsafat membahas tentang kebenaran dan wahyu membawa informasi tentang kebenaran.Keduanya sama-sama membahas tentang kebenaran.Selanjutnya agama disamping wahyu juga menggunakan akal, filsafat juga memakai akal.Filsafat yang paling tinggi adalah filsafat yang membahas al-haqq al-awwal. Membahas soal Tuhan diwajibkan dalam islam. Oleh karena itu mempelajari filsafat dalam islam tidak dilarang.[20]
Al-Farabi berpendapat bahwa filsafat dapat mengganggu keyakinan orang awam. Oleh karena itu, ia menyarankan agar filsafat tidak dibocorkan dan tidak disampaikan kepada orang awam. Para filsuf seharusnya menulis pemikiran filsafatnya dalam bahasa dan gaya yang tidak jelas, agar kalau jatuh ke tangan awam, mereka tidak dapat memahaminya sehingga tidak mengancam keyakinan mereka.[21]
Sedangkan Ibn Rusyd menjelaskan hubungan filsafat dan wahyu mengatakan, bahwa filsafat ialah tidak lain dari berpikir tentang wujud untuk mengatahui semua yang ada ini. Al-Quran sebagaimana dapat dilihat dari ayat-ayat yang mengandung kata-kata afalaa yandzurun (mengapa mereka tidak memperhatikan/berpikir), afalla yatadabbarun (mengapa mereka tidak merenungkan), laayatin li ulil al-bab (sebagai tanda bagi orang-orang yang berpikir, dan sebagainya, menyuruh agar manusia berpikir tentang wujud  dan alam sekitarnya untuk mengetahui Tuhan. Dengan demikian.Tuhan sebenarnya menyuruh manusia agar berfilsafat. Oleh karena itu, ia berpendapat, bahwa berfilsafat hukumnya wajib, atau sekurang-kurangnya sunah. Selanjutnya Ibn Rusyd menambahkan jika pendapat akal bertentangan dengan wahyu maka teks wahyu harus diberi interpretasi sedemikian rupa, sehingga sesuai dengan pendapat akal. Menurutnya, bahwa ayat-ayat Al-Qur’an disamping mengandung arti lahir, juga megandung arti batin. Umpamanya surga, dalam arti lahir, berbentuk jasmani.Adapun dalam arti batin, yang dimaksud surga ialah kesenangan spiritual atau intelektual.[22]

2.      TENTANG KEJADIAN ALAM (TIMBULNYA YANG BANYAK DARI YANG MAHASATU)
Dalam membahas Tuhan, para filsuf itu ingin menjelaskan keesaan mutlak Tuhan.Menurut al-Kindi, misalnya bahwa Tuhan adalah unik, tidakmengandung arti juz’i (particular) dan tidak pula mengandung arti kulli (universal).Ia adalah semata-mata satu. Hanya ialah yang satu, selain-Nya mengandung arti banyak.
Untuk menjauhkan Tuhan dari arti banyak al-Farabi sebagaimana Plotinus berpendapat, bahwa alam ini memancar dari Tuhan dengan melalui akal-akal yang jumlahnya sepuluh.Antara alam materi dan Tuhan terdapat pengantara.Tuhan berpikir tentang diri-Nya dan dari pemikiran ini timbullah tama.Akal pertaman berpikir tentang Tuhan, dan dari prmikiran ini tibullah akal kedua. Akal kedua ini berpikir tentang Tuhan, dna timbullah akal ketiga denhgan demikian seterusnya sehingga terwujud akal kesepuluh.
Akal pertama selanjutnya berpikir tentang dirinya dan dari pemikiran kedua inilah timbul langit pertama. Akal-akal lainnya juga berpikir tentang dirinya masing-masing, dan dari pemikiran ini timbullah bintang-bintang, Saturnus, Jupiter, Mars, Matahari, Venus, Mercurius, bulan, dan bumi serta semua yang ada di dalamnya. Dengan demiian Tuhan Yang Maha Esa tidak mempunyai hubungan langsung malahan jauh dari alam materi yang mengandung arti banyak ini.Demikianlah pendapat al-Farabi.
Ibn Sina mempunyai filsafat emanasi yang sama dengan al-Farabi. Bagi Ibn Sina akal-akal itu ialah malaikat, dan Akal Kesepuluh yang mengatur Bumi adalah Jibril.Menurut mereka kejadian alam adalah kejadian dalam bentuk pancaran yang tidak mempunyai permulaan waktu.Dapat dipahami bahwa materi asal yang menjadi dasar alam bagi mereka bersifatqodim, dalam arti tidak mempunyai permulaan dalam waktu.[23]
3.      TENTANG ROH DAN KELANGSUNGAN HIDUP
Menurut al-Kindi, bahwa roh bersifat sederhana, substansinya berasal dari substansi Tuhan. Hubungannya dengan Tuhan sama dengan hubungan cahaya dengan matahari. Roh adalah lain dari badan, dan mempunyai wujud tersendiri. Dengan perantara rohlah manusia memperoleh pengetahuan pancaindra dan pengetahuan akal. Pengetahuan pancaindra hanya mengenai yang lahir saja dan dalam hal ini manusia dan binatang sama. Pengetahuan akal[24]menggambarkan hakikat, dan hanya dapat diperoleh manusia, dengan syarat ia harus melepaskan dirinya terlebih dahulu dari sifat kebinatangan yang terdapat dalam tubuhnya.
Jika roh telah meninggalkan keinginan badan, bersih dari segala noda kematerian dan senantiasa berpikir tentang hakikat wujud, ia akan menjadi suci dan ketika itu dapatlah ia menangkap gambaran segala hakikat. Adapun fungsi roh tak ubahnya seperti cermin yang dapat menangkap gambaran dari benda-benda yang ada di depannya.Karena roh adalah cahaya dari Tuhan, roh dapat menangkap ilmu-ilmu yang ada pada Tuhan. Tetapi kalau roh kotor, maka sebagai cermin yang kotor, ia tak dapat menerima pengetahuan yang dipancarkaan Tuhan itu.
Keberadaan roh bersifat kekal dan tidak akan hancur dnegan hancurnya bdan. Ia tidak hancur karena substansinya berasal dari sbstansi Tuhan. Selama roh berada dalam badan, ia tidak memperoleh kesenangan dan pengetahuan yang sebenarnya. Kesennagan ini hanya diperoleh setelah roh bercerai dengan badan. Setelah terlepas dari ikatan badan, roh akan pergi ke Alam al-Haqq (dunia kebenaran) atau Alam Al’Aql (Alam akal) di atas bintang-bintang di dalam lingkungan cahaya Tuhan, dekat dengan Tuhan dan dapapt melihat Tuhan. Disinilah terletak kesenangan abadi dari roh.
Gambaran tentang pembagian roh secara lebih terang dan lebih baik ke dalm beberapa bagian tentang daya yang ada padanya, diberikan oleh Ibn Sina sebagai berikut:
a.       Roh tumbuh-tumuhan yang memiliki daya makan (al-ghaziyah), tumbuh (al-munmiyah), dan berkembang (al-muwalidah).
b.      Roh binatang (al-hayawanat) yang memiliki daya gerak (al-muharrikah), dan menangkap yang terbagi dua, yaitu:
a.       Indra bersama (al-hiss al-musyatarak) yang menerima segala apa yang ditangkap oleh pancaindra.
b.      Representasi (al-khayal) yang menyimpan segala apa yang diterima indra bersama.
c.       Imajinasi (al-mutakhayyilah) yang mengusun apa yang tersimpan dalam representasi.
d.      Estimasi (al-wahmiyah) yang dapat menangkap hal-hal yang abstrak yang terlepas dari materinya, umpamnaya keharusan lari bagi kambing yang melihat serigala; dan
e.       Rekoleksi (al-hafidzah) yang menyimpan hal-hal abstrak yang disusun oleh estimasi.
c.       Roh manusia dengan dua daya, yaitu:
a.       Praktis (al-alamiah) yang hubungannya dengan badan dan materi; dna
b.      Teoritis (al-alamiah atau al –nadzariyah) yang hubungannya dengan hal-hal yang abstrak.
d.      Daya ini mempunyai tingkatan-tingkatan:
a.       Akal materiil (al-‘aqal al-hayulaniy) yang baru mempunyai potensialitas untuk berpikir dan belum dilatih walaupun sedikit;
b.      Intellectus in habitu (al-‘aql bi al-malakah) yang telah mulai dilatih untuk berpikirtentang hal-hal yang abstrak;
c.       Akal actual (al-‘aql bi al-fi’l) yang telah dapat berpikir tentang hal-hal abstrak; dan
d.      Acquired intellect (al-mustafad) yang telah sanggup berpiir tentang hal-hal abstrak dengan tak perlu lagi pada adanya upaya.[25]
Akal dalam tingkatan ini telah dilatih begitu rupa sheingga hal-hal ynag abstrak selamanya terdapat di dalamnya; akal dalam tingkatan inilah yang dapat menerima limpahan ilmu pengetahuan dari akal-akal (al-aql al-Fa’al) yang berada diluar diri manusia.[26]
Selanjutnya Ibn Sina menambahkan, bahwa sifat seseorang amat bergantung pada roh mana dari ketiga bagian tersebut yang berpengaruh pada dirinya.Jika roh tumbuh-tumbuhan dan roh binatang yang berkuasa pada dirinya, maka orang itu dekat menyerupai binatang.Tetapi jika roh manusia yang berpengaruh, maka orang itu dekat menyerupai malekat dan dekat pada kesempurnaan.[27]

E.     MENYIKAPI PERBEDAAN PENDAPAT PARA FILOSOF ISLAM DAN MANFAATNYA BAGI KEHIDUPAN

Sikap terbuka dan toleransi sangat diperlukan dalam menyikapi perbedaan pendapat para ahli filsafat mengenai filsafat Islam agar masing-masing diantaranya tidak merasa yang paling benar.Karena kebenaran itu hanya milik Allah.Para ulama yang menyampaikan pendapatnya masih memposisikan pendapat mereka di bawah Al-Qur’an.Hal ini membuat perbedaan tidak menjadi suatu masalah untuk perpecahan.Meskipun mereka memiliki pendapat yang berbeda, lantas tidak membuat kita tidak memahami dan menyikapi perbedaan secara Islami.Bahkan pendapat mereka bersifat relativitas atau fleksibel yang tergantung dengan situasi dan kondisi pada waktu itu.Sikap ini perlu kita teladani dalam menjalani kehidupan agar perbedaan menjadikan kita menjadi lebih dekat dan mawas diri.

Manfaat
1.      Filsafat akan mengajarkan untuk melihat segala sesuatu secara multi dimensi
Ilmu ini akan membantu kita untuk menilai dan memahami segala sesuatu tidak hanya dari permukaannya saja, dan tidak hanya dari sesuatu yang terlihat oleh mata saja, tapi jauh lebih dalam dan lebih luas.


2.      Filsafat mengajarkan kepada kita untuk mengerti tentang diri sendiri dandunia 
Manfaat belajar filsafat akan membantu memahami diri dan sekeliling dengan pertanyaan-pertanyaan mendasar.
3.      Filsafat mengasah hati dan pikiran untuk lebih kritis terhadap fenomena yang berkembang
Hal ini akan membuat kita tidak begitu saja menerima segala sesuatu tanpa terlebih dahulu mengetahui maksud dari pemberian yang kita terima.
4.      Filsafat dapat mengasah kemampuan kita dalam melakukan penalaran
Penalaran ini akan membedakan argumen, menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis, melihat segala sesuatu dengan sudut pandang yang lebih luas dan berbeda.
5.      Belajar dari para filsuf lewat karya-karya besar mereka
Kita akan semakin tahu betapa besarnya filsafat dalam mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, karya seni, pemerintahan, serta bidang-bidang yang lain.
6.      Filsafat akan membuka cakrawala berpikir yang baru
Ide-ide yang lebih kreatif dalam memecahkan setiap persoalan, lewat penalaran secara logis, tindakan dan pemikiran yang koheren, juga penilaian argumen dan asumsi secara kritis.
7.      Filsafat membantu kita untuk dapat berpikir dengan lebih rasional
Membangun cara berpikir yang luas dan mendalam, dengan integral dan koheren, serta dengan sistematis, metodis, kritis, analitis, dan logis
8.      Filsafat membantu menjadi diri sendiri 
Lewat cara berpikir yang sistematis, holistik dan radikal yang diajarkan tanpa terpengaruh oleh pendapat dan pandangan umum.
9.      Filsafat dapat membangun semangat toleransi 
Menjaga keharmonisan hidup di tengah perbedaan pandangan atau pluralitas.[28]





BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Filsafat Islam artinya berpikir dengan bebas dan radikal namun tetap berada pada makna, yang mempunyai sifat, corak, serta karakter yang menyelamatkaan dan memberi kedamaian hati yang tetap berlandaskan pada Al-Qur’an dan As-Sunah.Perbedaan filsafat Islam dengan filsafat Barat adalah filsafat Barat memiliki paham sekularisme yang memisahkan antara agama dengan filsafat sedangankan filsafat Islam bersifat universal namun berlandaskan agama.
Latar belakang lahirnya filsafat islam adalah karena pada abad ke 16 umat islam menjalankan ibadah hanya sebatas menggugurkan kewajiban. Tokoh-tokoh dalam filsafat Islam diantaranya, al-Kindi, al-Farabi, dan Ibn Bajjah.Pokok-pkok masalah yang dibahas dalam filsafat Islam adalah hubungan filsafat (akal) dan agama, tentang kejadian alam, dan tentang roh serta kelangsungan hidup.
Cara menyikapi perbedaan pendapat para filosof mengenai filsafat islam adalah dengan cara sikap terbuka dan toleransi. Dengan mempelajari filsafat islam kita dapat melihat segala sesuatu tidak hanya di permukaannya saja tetapi lebih jauh dalam dan luas. Selain itu manfaat mempelajai filsafat membuat kita memahami diri dan sekeliling dengan pertanyaan-pertanyaan mendasar.Filsafat mengasah pikiran untuk lebih kritis.Hal ini membuat kita tidak begitu saja menerima sesuatu tanpa mengetahui maksudnya.

2.      Saran
Diharapkan perkembangan ilmu yang pesat di zaman modern ini tidak luput dari nilai-nilai agama dan agama dapat dijadikan arah dalam menentukan perkembangan ilmu selanjutnya.Tanpa adanya bimbingan terhadap ilmu dikhawatirkan kehebatan ilmu dan teknologi tidak semakin menyejahterakan manusia, tetapi justru merusak bahkan menghancurkan kehidupan mereka.






DAFTAR PUSTAKA


Zaprulkhan.2014. Filsafat Islam SebuahKajianTematik. Jakarta:PT.RAJAGRAFINDO PERSADA
Hakim, Atang Abdul.Desember 2008.FIlsafat Umum Dari Mitologi Sampai Teofilosofi. Jakarta:CV.PUSTAKA SETIA
Siswanto, Joko. 1998. Sistem-Sistem Metafisika Barat : dari Aristoteles sampai Derid. Surakarta: CV.PUSTAKA PELAJAR
Russel, Bertrand. 2015. Sejarah Filsafat Barat. Surakarta: CV.PUSTAKA PELAJAR
Kartanegara, Mulyadi, 2002. Gerbang Kearifan Sebuah Pengantar Filsafat Islam. Jakarta: PT.LENTERA HATI
Natta Abuddin, 2011. Studi Islam Komprehensif, Jakarta:KENCANA
Zar Sirajuddin.Filsafat Islam. Jakarta: RAJAWALI PERS
Amsal Bakhtiar, Tema-Tema Filsafat Islam, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006, cet.I
Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II (Jakarta: UI Press, 1978)
Ahmad Fuad Al-Bawain, 2008. Filsafat Islam, 2008. Jakarta: Pustaka Firdaus








[1]Zaprulkhan.2014. Filsafat Islam Sebuah KajianTematik. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada
(Hlm.3)
[2]Zaprulkhan.2014. Filsafat Islam Sebuah KajianTematik. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada
(Hlm.5)
[3] Russel, Bertrand. 2015. Sejarah Filsafat Barat. Surakarta: CV.PUSTAKA PELAJAR (hlm.1085)
[4]  Siswanto, Joko. 1998. Sistem-Sistem Metafisika Barat : dari Aristoteles sampai Derid.
Surakarta: CV.Pustaka Pelajar (hlm.10-14)
[5]Hakim, Atang Abdul.Desember 2008.FIlsafat Umum Dari Mitologi Sampai Teofilosofi.
Jakarta:CV.PUSTAKA SETIA (hlm.435)
[6]Hakim, Atang Abdul.Desember 2008.FIlsafat Umum Dari Mitologi Sampai Teofilosofi.
Jakarta:CV.PUSTAKA SETIA (hlm.451)
[7]Hakim, Atang Abdul.Desember 2008.FIlsafat Umum Dari Mitologi Sampai Teofilosofi.
Jakarta:CV.PUSTAKA SETIA (hlm.463)
[8] Kartanegara, Mulyadi, 2002. Gerbang Kearifan Sebuah Pengantar Filsafat Islam. Jakarta:
PT.LENTERA HATI (hlm.25-26)
[9] Kartanegara, Mulyadi, 2002. Gerbang Kearifan Sebuah Pengantar Filsafat Islam. Jakarta:
PT.LENTERA HATI (hlm.28)
[10] Kartanegara, Mulyadi, 2002. Gerbang Kearifan Sebuah Pengantar Filsafat Islam. Jakarta:
PT.LENTERA HATI (hlm.44-46)
[11] Kartanegara, Mulyadi, 2002. Gerbang Kearifan Sebuah Pengantar Filsafat Islam. Jakarta:
PT.LENTERA HATI (hlm.49-50)
[12] Ahmad Fuad Al-Bawain, 2008. Filsafat Islam, 2008. Jakarta: Pustaka Firdaus.
[13]Natta Abuddin, 2011. Studi Islam Komprehensif, Jakarta:KENCANA (hlm. 293-294)

[14]Zar Sirajuddin.Filsafat Islam. Jakarta: RAJAWALI PERS (hlm.186-187)

[15]Zar Sirajuddin.Filsafat Islam. Jakarta: RAJAWALI PERS (hlm.194-195)
[16]Zar Sirajuddin.Filsafat Islam. Jakarta: RAJAWALI PERS (hlm.197)
[17] Natta Abuddin, 2011. Studi Islam Komprehensif, Jakarta:KENCANA (hlm.295)
[18]Zar Sirajuddin.Filsafat Islam. Jakarta: RAJAWALI PERS (hlm.87)
[19]Zar Sirajuddin.Filsafat Islam. Jakarta: RAJAWALI PERS (hlm.68)
[20] Amsal Bakhtiar, Tema-Tema Filsafat Islam, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006, cet I, hlm. 120-121
[21] Natta Abuddin, 2011. Studi Islam Komprehensif, Jakarta:KENCANA hlm.304
[22] Natta Abuddin, 2011. Studi Islam Komprehensif, Jakarta:KENCANA hlm. 304

[23] Natta Abuddin, 2011. Studi Islam Komprehensif, Jakarta:KENCANA hlm. 305

[24] Natta Abuddin, 2011. Studi Islam Komprehensif, Jakarta:KENCANA hlm. 306
[25] Natta Abuddin, 2011. Studi Islam Komprehensif, Jakarta:KENCANA hlm. 307
[26] Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II(Jakarta: UI Press, 1978), hlm. 46-63
[27]Natta Abuddin, 2011. Studi Islam Komprehensif, Jakarta:KENCANA hlm. 308
[28]Ana, Chy. 2015. "20 Manfaat Belajar Filsafat Bagi Kehidupan." http://manfaat.co.id/20-manfaat-belajar-filsafat-bagi-kehidupan (diakses tanggal 19 maret 2016)