Sunday, May 22, 2016

Resensi Eksistensi Filsafat Islam



Judul Jurnal : Eksistensi Filsafat Islam
Penulis : Prof. Dr. M. Basir Syam, M.Ag.
Tebal : 132 halaman       

Filsafat Islam memiliki sejarah yang menarik untuk diperbincangkan dalam ruang lingkup Studi tenang Islam. Sejarah munculnya filsafat Islam serta perkembangannya diantara filsafat barat dan perbedaannya dengan filsafat Barat dapat menimbulkan banyak pendapat para cendekiawan.
Penulis jurnal Eksistensi Filsafat Islam Prof. Dr. M. BasirSyam, M.Ag.adalah Guru Besar Pendidikan Agama Islam (PAI) di Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar sejakt ahun 2005. Dalam jurnalnya Prof. Dr. M. Basir Syam menjelaskan dengan runtut sejarah timbulnya filsafat Islam, perbedaanya dengan filsafat yang lain. Selain itu Prof. Dr. M. Basir Syam menjelaskan bahwa filsafat Islam bukanlah jiplakan dari filsafat sebelumnya, Prof. Dr. M. Basir Syam juga memberikan penjelasan bagaimana cara kita mengambil makna eksistensi filsafat Islam yang bukan hanya dari pendapat-pendapat para ahli filosof yang telah ada tetapi, kita harus memperhatikan pula semua karya pemikir-pemikir Islam lainnya, terutama dalam lapangan ilmu kalam, tasawuf dan ushul fiqhi sebagaimana yang telah dijelaskan. Dalam jurnalnya terlihat bahwa Prof. Dr. M. Basir Syam begitu menghargai perbedaan pendapat sekaligus mengajak para pembaca untuk ikut serta memaknai perbedaan pendapat mengenai filsafat Islam.
Jurnal ini dikemas dengan bahasa yang mudah dipahami serta ajakan-ajakan yang sangat terasa dalam memaknai perbedaan-perbedaan dan hal-hal yang masih dianggap rancu dalam sejarah filsafat Islam sebelumnya yang dijelaskan dengan sangat rinci membuat pembaca lebih mengetahui tentang filsafat Islam. Untuk itu buku ini sangat bermanfaat dan bagus untuk dijadikan sebagai referensi atau pun sebagai bahan bacaan dalam menambah wawasan khususnya mengenai filsafat Islam.

Resume Jurnal Eksistensi Filsafat Islam
Pertama, timbulnya filsafat Islam bukanlah suatu kebetulan, melainkan adalah suatu bentuk perwujudan daripada ajaran Islam yang menghendaki kehidupan yang lebih manusiawi, sesuai dengan hikmah penciptaan manusia sebagai khalifah di muka bumi. Islam itulah yang merupakan pendorong ke arah terciptanya “khairuummah” sebaik-baik umat, yang menggunakan cipta, rasa dan karsanya dalam memahami hakekat kebenaran. Motivasi Islam itu buat pertama kalinya dilakukan oleh orang-orang Islam dalam bentuk akulturasi dengan nilai nilai budaya yang telah ada sebelum datangnya agama Islam, terutama dari kebudayaan yunani yang dianggap mewakili kebudayaan umat manusia pada masa itu. Pada mulanya proses alkulturasi itu melalui aspek-apek keagamaan yang tertentu, kemudian beralih kepada studi tentang berbagai bidang ilmu pengetahuan, dan akhirnya terwujudlah secara “multi dimensional” meliputi seluruh aspek kehidupan, baik menyangkut studi tentang alam, manusia, maupun dalam hubungannya dengan Allah. Perwujudan inilah yang dikenal sebagai Filsafat Islam.
Kedua, berdasarkan kenyataan tersebut di atas, maka system Filsafat Islam mempunyai cirri khas tersendiri, yang membedakannya dengan system filsafat sebelumnya maupun sesudahnya, yaitu menempatkan al-Qur’an sebagai kendali, sekaligus sebagai motivator dalam kegiatan berpikir. Ayat-ayat al-Qur’an yang memerintahkan untuk menggunakan akal, berpikir, bertafakkur, bertafakkuh, menggunakan ra’yu, mengadakan penelitian, perbandingan dan sebagainya, kesemuanya itu membuktikan dorongan Islam untuk berfilsafat, tanpa menanggalkan prinsip prinsip keagamaan yang telah digariskan secara aktual. Hal itu berarti bahwa, kegiatan berpikir dalam Filsafat Islam tidak berangkat dari keraguan terhadap agama, melainkan sebagai suatu usaha untuk membuktikan adanya keserasian antara Islam dan akal pikiran, hal mana sekaligus memperkokoh kebenaran Islam.
Ketiga, adanya perbedaan-perbedaan pendapat dalam Filsafat Islam merupakan suatu hal yang wajar, mungkin hal itu dapat dipertemukan, karena berbeda dalam cara memandang atau mungkin juga karena suatu kekeliruan karena factor khayal yang terlalu mendominasi di saat saat kelesuan berpikir dan itulah kemungkinan-kemungkinan yang menunjukkan adanya kelemahan usaha manusia. Tetapi hal itu tidak sewajarnya dijadikan alasan untuk menafikan Filsafat Islam. Justru yang paling mungkin untuk mendekati kebenaran itu adalah berfilsafat, kecuali bila berfilsafat itu hanya merupakan suatu kegiatan yang latah terhadap hasil pemikiran sebelumnya. Mungkin saja terdapat kekeliruan pada pandangan para Filosof Islam sebagaimana yang dilihat oleh al-Gazali, tetapi selain kekeliruan-kekeliruan itu terdapat banyak hikmah yang patut dihargai, di mana mereka telah berjasa menunjukkan betapa perlunya berpikir, sampai-sampai al-Gazali sendiri pada hakekatnya telah berfilsafat ketika menyatakan kekeliruan-kekeliruan yang disaksikannya.   
Keempat, setelah menelaah hasil pemikiran kaum muslimin dalam berbagai lapangan, penulis cenderung berpendapat bahwa untuk mendapatkan gambaran yang langkap mengenai eksistensi dan esensi filsafat Islam, rasanya tidak cukup hanya melihat pada hasil karya al- Kindi, al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Baja, Ibnu Tufail dan Ibnu Rusyd saja, melainkan juga harus memperhatikan pula semua karya pemikir-pemikir Islam lainnya, terutama dalam lapangan ilmu kalam, tasawuf dan ushul fiqhi sebagaimana yang telah dijelaskan.

Kelima, kalau pada uraian tersebut di atas menunjukkan adanya pengaruh filsafat Yunani terhadap perwujudan filsafat Islam tidaklah berarti bahwa filsafat Islam hanya jiplakan dari filsafat tersebut, apalagi untuk dijadikan alasan untuk menafikan eksistensi filsafat Islam, sebab di samping para filosof Islam mengambil hasil pemikiran filosof-filosof Yunani, juga mereka menunjukkan bukti kemampuan ilmiah dan kemampuan pikirnya dalam menganalisa persoalan-persoalan filosofisnya, baik dalam bentuk penyempurnaan hasil pemikiran filsafat sebelumnya, maupun dalam bentuk hasil pemikirannya yang baru. Hal tersebut juga beralasan bahwa filsafat Barat pada abad-abad pertegahan hingga pada abad-abad modern telah diwarnai oleh filsafat Islam sebagaimana yang diakui oleh filosof-filosof yang bersangkutan maupun oleh penulis penulis sejarah, namun tetapi juga diakui sebagai suatu sistem yang tersendiri, demikian juga halnya dengan Filsafat Islam. Bahkan Filsafat Yunani sendiri juga merupakan suatu bentuk lain dari hasil pemikiran sebelumnya.