Judul Jurnal :
Eksistensi Filsafat Islam
Penulis : Prof. Dr. M. Basir Syam, M.Ag.
Tebal :
132 halaman
Filsafat
Islam memiliki sejarah yang menarik untuk diperbincangkan dalam ruang lingkup Studi
tenang Islam. Sejarah munculnya filsafat Islam serta perkembangannya diantara filsafat
barat dan perbedaannya dengan filsafat Barat dapat menimbulkan banyak pendapat para
cendekiawan.
Penulis jurnal
Eksistensi Filsafat Islam Prof. Dr. M. BasirSyam, M.Ag.adalah Guru Besar Pendidikan
Agama Islam (PAI) di Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar sejakt ahun 2005. Dalam
jurnalnya Prof. Dr. M. Basir Syam menjelaskan dengan runtut sejarah timbulnya filsafat
Islam, perbedaanya dengan filsafat yang lain. Selain itu Prof. Dr. M. Basir Syam
menjelaskan bahwa filsafat Islam bukanlah jiplakan dari filsafat sebelumnya,
Prof. Dr. M. Basir Syam juga memberikan penjelasan bagaimana cara kita mengambil
makna eksistensi filsafat Islam yang bukan hanya dari pendapat-pendapat para ahli
filosof yang telah ada tetapi, kita harus memperhatikan pula semua karya pemikir-pemikir
Islam lainnya, terutama dalam lapangan ilmu kalam, tasawuf dan ushul fiqhi sebagaimana
yang telah dijelaskan. Dalam jurnalnya terlihat bahwa Prof. Dr. M. Basir Syam begitu
menghargai perbedaan pendapat sekaligus mengajak para pembaca untuk ikut serta memaknai
perbedaan pendapat mengenai filsafat Islam.
Jurnal ini
dikemas dengan bahasa yang mudah dipahami serta ajakan-ajakan yang sangat terasa
dalam memaknai perbedaan-perbedaan dan hal-hal yang masih dianggap rancu dalam sejarah
filsafat Islam sebelumnya yang dijelaskan dengan sangat rinci membuat pembaca lebih
mengetahui tentang filsafat Islam. Untuk itu buku ini sangat bermanfaat dan bagus
untuk dijadikan sebagai referensi atau pun sebagai bahan bacaan dalam menambah wawasan
khususnya mengenai filsafat Islam.
Resume Jurnal Eksistensi Filsafat Islam
Pertama, timbulnya filsafat Islam bukanlah suatu
kebetulan, melainkan adalah suatu bentuk perwujudan daripada ajaran Islam yang
menghendaki kehidupan yang lebih manusiawi, sesuai dengan hikmah penciptaan manusia
sebagai khalifah di muka bumi. Islam itulah yang merupakan pendorong ke arah terciptanya
“khairuummah” sebaik-baik umat, yang menggunakan cipta, rasa dan karsanya
dalam memahami hakekat kebenaran. Motivasi Islam itu buat pertama kalinya dilakukan
oleh orang-orang Islam dalam bentuk akulturasi dengan nilai nilai budaya yang
telah ada sebelum datangnya agama Islam, terutama dari kebudayaan yunani yang
dianggap mewakili kebudayaan umat manusia pada masa itu. Pada mulanya proses
alkulturasi itu melalui aspek-apek keagamaan yang tertentu, kemudian beralih kepada
studi tentang berbagai bidang ilmu pengetahuan, dan akhirnya terwujudlah secara
“multi dimensional” meliputi seluruh aspek kehidupan, baik menyangkut studi tentang
alam, manusia, maupun dalam hubungannya dengan Allah. Perwujudan inilah yang
dikenal sebagai Filsafat Islam.
Kedua, berdasarkan kenyataan tersebut di
atas, maka system Filsafat Islam mempunyai cirri khas tersendiri, yang membedakannya
dengan system filsafat sebelumnya maupun sesudahnya, yaitu menempatkan al-Qur’an
sebagai kendali, sekaligus sebagai motivator dalam kegiatan berpikir. Ayat-ayat
al-Qur’an yang memerintahkan untuk menggunakan akal, berpikir, bertafakkur,
bertafakkuh, menggunakan ra’yu, mengadakan penelitian,
perbandingan dan sebagainya, kesemuanya itu membuktikan dorongan Islam untuk berfilsafat,
tanpa menanggalkan prinsip prinsip keagamaan yang telah digariskan secara aktual.
Hal itu berarti bahwa, kegiatan berpikir dalam Filsafat Islam tidak berangkat dari
keraguan terhadap agama, melainkan sebagai suatu usaha untuk membuktikan adanya
keserasian antara Islam dan akal pikiran, hal mana sekaligus memperkokoh kebenaran
Islam.
Ketiga, adanya perbedaan-perbedaan pendapat dalam
Filsafat Islam merupakan suatu hal yang wajar, mungkin hal itu dapat dipertemukan,
karena berbeda dalam cara memandang atau mungkin juga karena suatu kekeliruan karena
factor khayal yang terlalu mendominasi di saat saat kelesuan berpikir dan itulah
kemungkinan-kemungkinan yang menunjukkan adanya kelemahan usaha manusia. Tetapi
hal itu tidak sewajarnya dijadikan alasan untuk menafikan Filsafat Islam. Justru
yang paling mungkin untuk mendekati kebenaran itu adalah berfilsafat, kecuali bila
berfilsafat itu hanya merupakan suatu kegiatan yang latah terhadap hasil pemikiran
sebelumnya. Mungkin saja terdapat kekeliruan pada pandangan para Filosof Islam
sebagaimana yang dilihat oleh al-Gazali, tetapi selain kekeliruan-kekeliruan itu
terdapat banyak hikmah yang patut dihargai, di mana mereka telah berjasa menunjukkan
betapa perlunya berpikir, sampai-sampai al-Gazali sendiri pada hakekatnya telah
berfilsafat ketika menyatakan kekeliruan-kekeliruan yang disaksikannya.
Keempat, setelah menelaah hasil pemikiran kaum
muslimin dalam berbagai lapangan, penulis cenderung berpendapat bahwa untuk mendapatkan
gambaran yang langkap mengenai eksistensi dan esensi filsafat Islam, rasanya tidak
cukup hanya melihat pada hasil karya al- Kindi, al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Baja,
Ibnu Tufail dan Ibnu Rusyd saja, melainkan juga harus memperhatikan pula semua karya
pemikir-pemikir Islam lainnya, terutama dalam lapangan ilmu kalam, tasawuf dan ushul
fiqhi sebagaimana yang telah dijelaskan.
Kelima, kalau pada uraian tersebut di atas menunjukkan
adanya pengaruh filsafat Yunani terhadap perwujudan filsafat Islam tidaklah berarti
bahwa filsafat Islam hanya jiplakan dari filsafat tersebut, apalagi untuk dijadikan
alasan untuk menafikan eksistensi filsafat Islam, sebab di samping para filosof
Islam mengambil hasil pemikiran filosof-filosof Yunani, juga mereka menunjukkan
bukti kemampuan ilmiah dan kemampuan pikirnya dalam menganalisa persoalan-persoalan
filosofisnya, baik dalam bentuk penyempurnaan hasil pemikiran filsafat sebelumnya,
maupun dalam bentuk hasil pemikirannya yang baru. Hal tersebut juga beralasan bahwa
filsafat Barat pada abad-abad pertegahan hingga pada abad-abad modern telah diwarnai
oleh filsafat Islam sebagaimana yang diakui oleh filosof-filosof yang bersangkutan
maupun oleh penulis penulis sejarah, namun tetapi juga diakui sebagai suatu sistem
yang tersendiri, demikian juga halnya dengan Filsafat Islam. Bahkan Filsafat Yunani
sendiri juga merupakan suatu bentuk lain dari hasil pemikiran sebelumnya.